Random aja sih awalnya mau
apa yang dibahas atau ditulis. Ngalor ngidul sambil duduk, sambil nyender, sambil
mikir, sambil baca, sambil nyaksiin keknya bahas tentang drama politik yang
lagi otw dua ribu dua puluh empat menarik sih?
Yah, namanya juga drama
pasti ada aja yang bikin heboh. Kek udah ber-episode-episode atau ber-series
aja tiap hari kita bisa liat, kita bisa baca, kita bisa denger lewat media
massa maupun media sosial yang di dalemnya udah disuguhin sama alur cerita yang
beragam. Belom lagi kita dipertontonkan oleh kisah romansa koalisi yang menarik,
disajikan juga duel elektabilitas yang saling sikut hingga oposisi yang
seolah-olah merasa tersakiti.
Yaaaa kalo ditanya “siapa
aktornya?” yaaaa udah pastilah para politikus dan
para elit partai. Eh, sama para simpatisannya juga deng.
Masih inget soal perubahan
jadwal masa pendaftaran pemilu yang tiba-tiba dirubah atau dimajukan? Yang
awalnya jadwal pendaftaran dimulai tanggal 19 Okt – 25 Nov, eh digeser ke
tanggal 10 Okt – 16 Okt. Nah ini drama nih. Apa urgensinya? Harusnya kudu ada
penjelasan dulu ke publik secara rinci terkait alasan perubahan tersebut. Yaaa
walaupun pada akhirnya publik
juga udah bisa nebak sih pasti mereka ngeluarin dalil “kalo gak dimajuin
bisa ganggu kegiatan pemilu alias bakalan gak kekejar nantinya”, katanya.
Masih inget soal kejadian
dipanggilnya salah satu bacawapres ke komisi anti rasuah beberapa waktu yang
lalu? Nah ini drama lagi nih. Padahal kita tau, baru banget dia mendeklarasikan
sebagai bakal calon eeeh besoknya langsung dicolek. Kalo udah gini banyak
banget opini-opini liar yang muncul dan mengatakan “ah pemanggilan tersebut sarat
dengan nuansa politik alias buat saling
jegal doang” (?) Lagian wong kasuse wis sue, wis awit
mbiyen tahun 2012 koh nembe muncul maning ditahun 2023 ini. Ya meskipun hanya
sebatas sebagai saksi aja sih.
Juga masih ingat soal isu
yang baru-baru ini muncul, terkait keinginan adanya dua paslon aja? Nah ini
juga drama loh. Padahal kan kita menganut sistem demokrasi ya, harusnya banyakin
aja tuh paslon paslon yang maju atau nyalonin, sebab dengan pilihan yang banyak tak jamin dah ruang publik
bakalan makin tersalurkan sehingga gak terjadi yang namanya apatisme politik.
Yaaaa kalo seandainya
besok dua ribu dua puluh empat cuma
ada dua paslon aja, agak khawatir
juga sih muncul lagi dah tuh nanti polarisasi politik kek 2019 kemaren (?) Yaaa
harapannya semoga rakyat diberikan lebih banyak pilihan, gak cuma di faith a
comply sama dua pilihan aja, ya semoga. Jadi kapan nih bikin poros ketiga
keempat kelima dan keenam hehehe....
Terakhir
sebagai penutup, kalo kita amati keknya ada dua narasi besar yang muncul
terkait visi kepemimpinan nasional yang bisa dijual saat pemilu besok, yaitu
narasi perubahan dan narasi keberlanjutan. Ya ga sih (?) Secara logika kek sih
A ngalor, sih B ngidul, gak ketemu dah tuh. Nah ini drama banget sumpah, yang penuh
dengan kejutan dan dinamika.
Yang satu
bawa konsep perubahan, dimana orang awam banyak menafsirkan atau banyak yang mencurigai
sebagai upaya mengoreksi atau mengganti semua kebijakan-program yang udah ada. Dan
yang satu pengennya kekeh alias ngotot sama konsep keberlanjutannya, yang bisa aja
kita artikan sebagai keinginan untuk meneruskan legacy dari kepemimpinan
sebelumnya.
Ya begitulah
drama politik kita hari ini, sekarang jadi kawan besok bisa aja jadi lawan. Ini
juga yang dirasakan oleh beberapa parpol kontestan pemilu. Kemaren ada
dibarisan KIM eh sekarang udah keluar. Kemaren yang keliatan mesra kek orang
pacaran eh kawinnya sama orang lain, kentiiiiiirrr....
Bentar
bentar, ini kan dua konsep yang berbeda ya antara perubahan dan keberlanjutan? Tapi
dengan masuknya salah satu parpol yang katanya berideologi moderat itu ke dalam
koalisi perubahan tanpa sadar sedikitnya udah ngemasukin unsur dari konsep
keberlanjutan loh. Sebaliknya, dengan bergabungnya parpol berlogo Mercy ke
dalam KIM juga tanpa sadar bisa aja ngerubah slogan mereka dengan konsep keberlanjutannya.
Sebab parpol berlogo Mercy tersebut udah lama loh pengen menyuarakan adanya
perubahan, tapi disatu sisi mereka masuk ke dalam barisan koalisi government. Menarik
dan sangat cair sekali drama ini.
Yaaaa
harapannya semoga ke depan udah gak ada lagi yang saling menuduh bahwa yang ngedukung
perubahan berarti dia gak menginginkan keberlanjutan, atau sebaliknya siapa
yang menarasikan keberlanjutan berarti dia gak pengen adanya perbaikan.
Justru
malah keberlanjutan
engga bisa
terlepas dari elemen-elemen perubahan itu sendiri. Emangnya lo kira dari sekian banyaknya kebijakan gak ada satu pun yang keliru? Ooooh pasti ada aja yang masih keliru dan itu perlu diperbaiki alias dirubah, namanya juga manusia.
Jadi, untuk para
pendukung keberlanjutan tak ingetin nih mestinya gak usah alergi dengan yang namanya perubahan, wokeh.
Begitupun
dengan perubahan, sejatinya bukan berarti main batal, main hapus, main gak mau nerusin
kebijakan yang udah ada, bukan, bukan seperti itu. Tapi malah perubahan justru
akan lebih memperkaya sekaligus memberikan keadilan kepada seluruh masyarakat. Karena
itu, dalem konteks menjalankan roda government, justru meneruskan yang baik
serta mengubah yang gak baik sesungguhnya adalah hal yang lumrah. Suwun!
0 komentar: