piramida hirarki maslow. kebutuhan dasar manusia.

Mengutip publikasi terbaru dari INOVASI dan Puslitjak (2021) tentang Learning Recovery-Time For Action, Policy Brief, August 2021[1], katanya kurang lebih begini: bahwa terjadi kehilangan kemajuan selama waktu 5 sampe 6 bulan setelah satu tahun belajar dari rumah. Hal itu didasarkan atas perkembangan literasi berhitung sebelum dan selama pandemi, khususnya pada kelas I dan kelas II sekolah dasar.

Belum lagi temuan di lapangan yang memprihatinkan, yaitu: semakin adanya jarak kesenjangan belajar antara yang ditetapkan oleh ‘sih” kurikulum dengan apa yang dipelajari peserta didik. Atau dengan kata lain peserta didik belom menguasai apa yang seharusnya diperoleh selama satu tahun pelajaran.

Gak sampe disitu aja, ternyata sebanyak 93,52% penggunaan medsos, dan 65,34% penggunaan internet berada di usia 9 sampe 19 tahun. Itu artinya anak-anak atau remaja udah pada bisa menggunakan internet untuk mengakses medsosnya, game onlinenya, dan Youtubenya. Di samping itu, WHO udah ngeluarin International Classification of Disease (ICD) edisi ke-11, yang menyebutkan kalo udah pada kecanduan maen game online berarti itu tandanya udah mengalami gangguan kesehatan jiwa, yang mana ini masuk ke dalem gaming disorder (Kemkominfo, 2018).

Nah itu tadi cuma pengantar aja terhadap mutu pendidikan di negeri ini, dan gak mau terlalu dalem ngebahasnya sebab lagi mau bahas tentang teori “Kebutuhan Abraham Maslow”, atau biasa disebut teori Maslow. 

piramida Maslow - theory maslow

Keknya udah banyak sumber atau referensi yang temen-temen bisa baca dan ketahui deh, atau bahkan temen-temen sendiri udah pada tau terkait teori Maslow itu apa. Dikatakan begini: bahwa setiap manusia punya kebutuhan yang harus ia penuhi dalam kehidupan sehari-harinya. Kebutuhan inilah yang bisa menjadi landasan motivasi segala bentuk perilaku manusia. Ohiya, setiap tindakan yang kita lakuin juga pasti dilatari dari kebutuhan tertentu yang harus kita penuhi.

Gampangnya lagi begini: seorang manusia harus memenuhi kebutuhannya yang paling rendah terlebih dahulu, setelah itu barulah naik ke jenjang yang lebih tinggi, dan seterusnya hingga ia bisa mengaktualisasikan dirinya. Artinya nyaris mustahil loh apabila ada manusia bisa sampe diposisi kebutuhan yang paling tinggi sebelum ia menuntaskan kebutuhan dari jenjang yang rendah terlebih dulu.

hierarki kebutuhan maslow. - theory maslow

Kalo diliat gambar di atas, ternyata ada lima (5) tingkatan kebutuhan bagi seseorang. Dimulai dari kebutuhan yang menduduki posisi paling bawah terlebih dulu, yaitu ada kebutuhan fisiologi. Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang sifatnya paling mendasar dan untuk bertahan hidup, kek makanan, air, tempat tinggal, dan sebagainya.

Lalu di tingkatan kedua ada kebutuhan akan rasa aman. Setelah dikira kebutuhan fisiologisnya udah terpenuhi, barulah muncul kebutuhan rasa aman ini, kek keamanan dari bahaya fisik dan emosional. Contohnya: rasa aman dari penyakit, kriminalitas, bencana alam, dan sebagainya.

 Ketiga, ada kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, atau kebutuhan sosial. Kebutuhan ini mencakup dorongan rasa seperti dibutuhkan orang lain, kek dicintai, memiliki pasangan, atau bersosialisasi di masyarakat, dan sebagainya. Ohiya tentunya kebutuhan ini bisa dicapai kalo seseorang udah bisa memenuhi dua kebutuhan sebelumnya ya.

Di tingkat keempat, ada yang namanya kebutuhan untuk memperoleh penghargaan atau pengakuan. Biasanya nih ya kalo seseorang udah bisa memenuhi kebutuhan sosialnya, pasti ia akan mencari kebutuhan penghargaan atau pengakuan. Sebab kebutuhan ini merupakan pemenuhan ego untuk bisa meraih prestise katanya. Contohnya itu kek kebutuhan akan status, pengakuan, reputasi, martabat, dan sebagainya.

Terakhir di tingkat kelima, atau kebutuhan yang paling tinggi seseorang yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri. Gampangnya kebutuhan aktualisasi diri ini bisa disebut keinginan untuk mengoptimalkan potensi dirinya. Misal: ada seseorang yang bercita-cita menjadi guru dan berhasil mencapai profesi yang ia inginkan, tapi pada saat bersamaan ia mengembangkan dirinya supaya bisa menjadi guru yang profesional dan terus mengoptimalkan potensi mengajarnya.

Nah pertanyaannya sekarang adalah gimana sih menjadikan guru supaya terus termotivasi dan terus kreatif dan berkarya??? Salah satu jawabannya adalah dengan cara kasih dong atau lebih diperhatikan lagi dong jaminan kesejahteraannya[2], atau tunjangannya dan semacamnya, yaaa minimal kebutuhan dasarnya lah dibantu, khususnya bagi guru-guru yang masih belum layak akan kesejahteraan dasarnya.

Pertanyaan berikutnya, emang ada korelasi antara kesejahteraan guru dengan karya pendidikan yang dihasilkannya? Jawabannya tentu 'ada' dengan berpegang teguh sama teori Maslow di atas tadi.

Nah, dari dua pertanyaan di atas tadi bisa dong kita analogikan begini: seorang guru dapet termotivasi untuk menjadi guru yang profesional kalo mereka berada di level yang memiliki kebutuhan akan penghargaan, pengakuan, serta aktualisasi dirinya terpenuhi. Dengan kata lain guru bisa fokus belajar-mengajar dengan serius memenuhi kompetensi kepribadian, sosial, pedagogi, dan profesionalnya tanpa takut terdistraksi pikirannya oleh hal-hal lain di luar urusan pekerjaannya. Kek misal guru gak bakalan terganggu profesionalismenya sama urusan 'perut', biaya listrik, biaya perumahan, atau urusan keluarga, dan percintaan lainnya.

Pertanyaan lagi, kira-kira nih di level mana ya (pada piramida Maslow) kebutuhan manusia yang bisa mendorong seseorang untuk termotivasi dan berkarya??? Nah, menurut penulis gak secara pasti bisa ditentukan di satu jenjang ke berapa, tapi ada yang bilang ia ada di sekitar wilayah kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri.

Sebagai penutup, tentu penulis akan menyinggung sedikit tentang kesejahteraan seorang guru itu apa aja. Singkatnya, seorang guru atau siapapun itu minimal haruslah bisa memenuhi kebutuhan kesejahteraan untuk dirinya, meliputi jasmaninya, rohaninya, personalnya, dan juga profesionalnya.

Kesejahteraan  jasmani disini kek kebutuhan sehari-hari berupa sandang, pangan, dan papan haruslah bisa terpenuhi. Kemudian ada kesejahteraan rohani, meliputi ilmu pengetahuannya, skillnya, ibadahnya, haruslah ditingkatkan serta dipenuhi oleh seseorang itu sendiri. Bahkan kesejahteraan rohani juga memerlukan yang namanya dukungan moril, butuh hiburan serta liburan juga loh wkwk.

Selanjutnya ada kesejahteraan personal. Kalo kata Darajat (2015) mah begini: para peserta didik merindukan kualitas personal guru yang demokratis, baik hati tidak sombong, sabar, adil, konsisten, bersifat terbuka, suka menolong, suka humor, menguasai bahan pelajaran, fleksibel, dan menaruh minat yang baik terhadap peserta didiknya. Apalagi di masa pandemi yang penuh tantangan kek gini, para guru yang memiliki kualitas personal di atas merasa terpanggil untuk menolong para anak didiknya yang udah pada terjerumus dalam masalah kesulitan belajar dan learning loss akibat hilangnya kesempatan pembelajaran tatap muka di sekolah.[3]

Dan kesejahteraan terakhir ada profesional. Kualifikasi profesional guru itu yaaa minimal harus memiliki kompetensi dalam ilmu pengetahuannya, lalu ber-kredibilitas moral, punya semangat dedikasi dalam menjalankan tugas, kematangan dalam jiwa (kedewasaan) pasti, serta memiliki keterampilan teknis mengajar dengan baik, dan mampu membangkitkan etos dan motivasi peserta didik dalam belajar dan meraih kesuksesan. Dah lah sekian, semoga ada manfaatnya. Suwun....

 

Khafaratul Majlis bersama-sama...🙏

 

 

 



[1] Sumber ini penulis liat pada koran online Media Indonesia , dalam tajuk opini, edisi Jumat, 01 Oktober 2021, dengan penulis Pak Hendarman, seorang analis kebijakan ahli utama/plt Kepala Pusat Penguatan Karakter KemendikbudRistek. Ini linknya tak kasih: https://mediaindonesia.com/opini/436724/guru-pppk-antara-mutu-dan-keadilan

[2] Pertanyaan dan jawaban ini senada dengan apa yang ditulis oleh Bu Widyaiswara, dalam harian koran online  Media Indonesia, dalam tajuk Media Guru. Terbitan 29 April 2019 yang lalu. Ini tak kasih linknya: https://mediaindonesia.com/media-guru/232150/urgensi-kesejahteraan-guru-dalam-mendorong-karya-pendidikan

[3] Soal penjelasan tersebut, penulis liat dan baca pada harian koran online Media Indonesia, dalam tajuk opini dengan judul Urgensi Kualitas Guru, karya dari Pak Fachrurrazi, Direktur Sekolah Sukma Bangsa Bireuen, Aceh. 27 September 2021. Nih tak kasih linknya: https://m.mediaindonesia.com/opini/435578/urgensi-kualitas-guru

Previous Post
Next Post

post written by:

Ada pepatah bilang begini : tak kenal maka tak sayang. Oleh karenanya marilah kita saling kenal untuk saling sayang, preet!

0 komentar: