#028 : Awas Ranjau!


Awas Ranjau

Diawali dengan beberapa pertanyaan, begini pertanyaannya: gimana kabarnya? Ohiya, nanya kabar di zaman sekarang ini begitu penting dan datengnya udah pasti dari hati, bukan untuk basa-basi apalagi hidup di-era yang serba cepet kek sekarang ini. Yaaa semoga selalu baik-baik aja....

Gimana puasanya? Atau, gimana ngejalanin ibadah di bulan Ramadhan kek sekarang ini? Yaaa semoga selalu senantiasa diberikan kelancaran....

Masih inget dengan pembahasan dua bulan lalu? Mbah Nun pernah bilang, Al-Quran itu ada dua. Ada Al-Quran yang sifatnya Qouliyah dan ada Al-Quran yang sifatnya Kauniyah. Qouliyah itu yang datengnya langsung dari Tuhan yang telah terverifikasi berpuluh-puluh abad yang lalu. Sedangkan Kauniyah itu lebih luas lagi, ia bisa dateng dari mana aja termasuk dari alam semesta, lalu dari situasi-situasi sosial yang terjadi, bahkan bisa dateng dari apa yang ada di dalam diri manusia itu sendiri untuk sama-sama kita tadaburi. Nah, kebetulan Peyangg ini termasuk Al-Quran yang sifatnya Kauniyah, jadi silakan kita pelajari bareng-bareng.

Dalam diskusinya, penulis masih inget betul bahwa point pentingnya adalah bagaimana kita hidup di dunia ini haruslah yang menghasilkan manfaat semaksimal mungkin, dan menghindari terjadinya mudharat sekecil mungkin. Ini sejalan dengan salah satu Hadis yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani (koreksi kalo salah), yaitu: “sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”

Ranjau

Tetapi yang terjadi akhir-akhir ini, kok rasa-rasanya kita hidup seperti di tengah-tengah hutan belantara yang dipenuhi oleh ranjau-ranjau kehidupan. Apa yang kita anggap baik, justru disatu sisi itu seperti ranjau yang udah pasti membahayakan diri kita. Ada beberapa peristiwa yang sekiranya udah terjadi dan udah dialami, justru lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Udah banyak juga yang ngingetin atau mengkritik dengan cara konstruktif tetapi justru pada akhirnya menjadi destruktif.

Yah namanya ranjau, salah langkah bisa-bisa meledak. Kek skandal korupsi yang menjerat salah satu pejabat atau kepala daerah akhir-akhir ini, belum lagi  utang negara yang naik secara drastis (?). Gagalnya proyek semacem tol laut dan food estate (?). Lalu tergesa-gesanya lembaga negara membuat sebuah UU yang dianggap lebih mementingkan oligarki (?). Juga kita masih ingat betul dengan pembangunan infrastruktur yang masif tapi cenderung under utilized akibat ‘mungkin’ kurang matengnya perencanaan. Dan sekarang masih berlanjutnya pembangunan IKN yang dianggap terlalu dipaksakan alias tergesa-gesa bahkan gak terlalu urgent banget dan mengabaikan suara publik (?). Belum lagi soal Piala Dunia U-20 yang gagal, dan masih banyak lagi persoalan yang seperti sebuah ranjau tersebut.

Yaaa... semisal kita lagi berjalan di suatu tempat yang dipenuhi dengan ranjau, tentu bukan soal cepat-cepat kita melangkah, melainkan kita dituntut untuk hati-hati dalam melangkah sekaligus cermat supaya tuh ranjau gak membuat kita celaka.

Selain itu, supaya kita terhindar dari ranjau tersebut, Mbah Nun juga berpesan bahwa kita harus menghindari 3C, yaitu: Ciut, supaya kita gak berpikir sempit. Cethek, supaya kita gak berpikir dangkal. Dan Cekak, supaya kita gak memiliki kepekaan yang sifatnya pendek atau yang mudah terprovokasi terhadap hal-hal yang sepele.

Peyangg

Terakhir, semoga kita semua dijadikan pemimpin yang terhindar dari ranjau-ranjau kehidupan tadi. Yaaa minimal pemimpin bagi diri kita sendiri lah atau pemimpin bagi keluarga kita lah.

Ohiya, Btw ngomongin pemimpin ternyata ada empat kriteria pemimpin loh yang bisa dipilih atau sekiranya kita masuk kemana ya? Pertama, pemimpin perubahan. Sesuai dengan namanya pemimpin kriteria jenis ini akan selalu berusaha terdepan untuk nge-mulai langkah perubahan yang kemudian nantinya menjadi acuan bagi temen-temennya yang lain supaya pada ngikutin.

Kedua, pengikut perubahan. Biasanya pemimpin jenis ini diawali dengan bentuk adaptasi terlebih dahulu terhadap perubahan yang diinisiasi oleh pihak lain supaya pada akhirnya nanti bisa bertahan, atau memberi kontribusi alias gak ketinggalan zaman lah.

Ketiga, penonton perubahan, alias pemimpin yang masih engga sadar dan engga mampu untuk mengikuti setiap perubahan yang ada, sehingga pada akhirnya ia engga memberikan kontribusi apa-apa. Bahayanya jenis pemimpin ini, cepat atau lambat berpotensi bakal ditinggalin oleh zaman.

Keempat, penentang perubahan. Pemimpin jenis ini biasanya dininabobokan oleh lingkungan atau “Zona Nyaman”, dan juga selalu melakukan perlawanan setiap kali adanya perubahan. Kenapa seperti itu? Mungkin bisa aja ia menentang perubahan sebab kepentingannya terganggu atau terancam, atau karena terlalu kuatnya kaca mata masa lalu untuk ngeliat fenomena hari ini dan juga masa depan. Dah lah semoga ada manfaatnya, aamiin..... Suwun. 

 

 



Khafaratul Majlis bersama-sama....

 


 


Previous Post
Next Post

post written by:

Ada pepatah bilang begini : tak kenal maka tak sayang. Oleh karenanya marilah kita saling kenal untuk saling sayang, preet!

0 komentar: