Diawali
dengan beberapa pertanyaan, begini pertanyaannya: gimana kabarnya? Ohiya, nanya
kabar di zaman sekarang ini begitu penting dan datengnya udah pasti dari hati,
bukan untuk basa-basi apalagi hidup di-era yang serba cepet kek sekarang ini.
Yaaa semoga selalu baik-baik aja....
Gimana
puasanya? Atau, gimana ngejalanin ibadah di bulan Ramadhan kek sekarang ini?
Yaaa semoga selalu senantiasa diberikan kelancaran....
Masih
inget dengan pembahasan dua bulan lalu? Mbah Nun pernah bilang, Al-Quran itu
ada dua. Ada Al-Quran yang sifatnya Qouliyah dan ada Al-Quran yang sifatnya
Kauniyah. Qouliyah itu yang datengnya langsung dari Tuhan yang telah
terverifikasi berpuluh-puluh abad yang lalu. Sedangkan Kauniyah itu lebih luas
lagi, ia bisa dateng dari mana aja termasuk dari alam semesta, lalu dari
situasi-situasi sosial yang terjadi, bahkan bisa dateng dari apa yang ada di
dalam diri manusia itu sendiri untuk sama-sama kita tadaburi. Nah, kebetulan Peyangg
ini termasuk Al-Quran yang sifatnya Kauniyah, jadi silakan kita pelajari
bareng-bareng.
Dalam
diskusinya, penulis masih inget betul bahwa point pentingnya adalah bagaimana
kita hidup di dunia ini haruslah yang menghasilkan manfaat semaksimal mungkin,
dan menghindari terjadinya mudharat sekecil mungkin. Ini sejalan dengan salah
satu Hadis yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani (koreksi kalo salah), yaitu: “sebaik-baiknya
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
Tetapi
yang terjadi akhir-akhir ini, kok rasa-rasanya kita hidup seperti di
tengah-tengah hutan belantara yang dipenuhi oleh ranjau-ranjau kehidupan. Apa
yang kita anggap baik, justru disatu sisi itu seperti ranjau yang udah pasti membahayakan
diri kita. Ada beberapa peristiwa yang sekiranya udah terjadi dan udah dialami,
justru lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Udah banyak juga yang
ngingetin atau mengkritik dengan cara konstruktif tetapi justru pada akhirnya
menjadi destruktif.
Yah
namanya ranjau, salah langkah bisa-bisa meledak. Kek skandal korupsi yang
menjerat salah satu pejabat atau kepala daerah akhir-akhir ini, belum lagi utang negara yang naik secara drastis (?). Gagalnya
proyek semacem tol laut dan food estate (?). Lalu tergesa-gesanya lembaga
negara membuat sebuah UU yang dianggap lebih mementingkan oligarki (?). Juga
kita masih ingat betul dengan pembangunan infrastruktur yang masif tapi
cenderung under utilized akibat ‘mungkin’ kurang matengnya perencanaan. Dan
sekarang masih berlanjutnya pembangunan IKN yang dianggap terlalu dipaksakan
alias tergesa-gesa bahkan gak terlalu urgent banget dan mengabaikan suara
publik (?). Belum lagi soal Piala Dunia U-20 yang gagal, dan masih banyak lagi
persoalan yang seperti sebuah ranjau tersebut.
Yaaa...
semisal kita lagi berjalan di suatu tempat yang dipenuhi dengan ranjau, tentu
bukan soal cepat-cepat kita melangkah, melainkan kita dituntut untuk hati-hati dalam melangkah sekaligus cermat supaya tuh ranjau gak membuat kita celaka.
Selain
itu, supaya kita terhindar dari ranjau tersebut, Mbah Nun juga berpesan bahwa
kita harus menghindari 3C, yaitu: Ciut, supaya kita gak berpikir sempit.
Cethek, supaya kita gak berpikir dangkal. Dan Cekak, supaya kita
gak memiliki kepekaan yang sifatnya pendek atau yang mudah terprovokasi
terhadap hal-hal yang sepele.
Terakhir,
semoga kita semua dijadikan pemimpin yang terhindar dari ranjau-ranjau
kehidupan tadi. Yaaa minimal pemimpin bagi diri kita sendiri lah atau pemimpin
bagi keluarga kita lah.
Ohiya,
Btw ngomongin pemimpin ternyata ada empat kriteria pemimpin loh yang bisa
dipilih atau sekiranya kita masuk kemana ya? Pertama, pemimpin
perubahan. Sesuai dengan namanya pemimpin kriteria jenis ini akan selalu
berusaha terdepan untuk nge-mulai langkah perubahan yang kemudian nantinya menjadi
acuan bagi temen-temennya yang lain supaya pada ngikutin.
Kedua, pengikut
perubahan. Biasanya pemimpin jenis ini diawali dengan bentuk adaptasi terlebih
dahulu terhadap perubahan yang diinisiasi oleh pihak lain supaya pada akhirnya
nanti bisa bertahan, atau memberi kontribusi alias gak ketinggalan zaman lah.
Ketiga,
penonton perubahan, alias pemimpin yang masih engga sadar dan engga mampu untuk
mengikuti setiap perubahan yang ada, sehingga pada akhirnya ia engga memberikan
kontribusi apa-apa. Bahayanya jenis pemimpin ini, cepat atau lambat berpotensi
bakal ditinggalin oleh zaman.
Keempat, penentang perubahan. Pemimpin jenis ini biasanya dininabobokan oleh lingkungan atau “Zona Nyaman”, dan juga selalu melakukan perlawanan setiap kali adanya perubahan. Kenapa seperti itu? Mungkin bisa aja ia menentang perubahan sebab kepentingannya terganggu atau terancam, atau karena terlalu kuatnya kaca mata masa lalu untuk ngeliat fenomena hari ini dan juga masa depan. Dah lah semoga ada manfaatnya, aamiin..... Suwun.
Khafaratul
Majlis bersama-sama....
0 komentar: