Dari mana datangnya berita bohong? Pertanyaan ini tentu menarik dan bisa dijawab dengan menggunakan sudut pandang yang beragam. Pada intinya kita semua sepakat kalo berita bohong atau hoaks itu adalah informasi yang tidak benar yang dibuat seolah-olah valid alias benar. Kalo kata Silverman nih, hoaks itu suatu rangkaian informasi yang emang sengaja disesatkan, tetapi “dijual” sebagai suatu kebenaran.[1] Jelas, oknum yang membuat dan menyebarkan berita bohong tentu punya tujuannya, yaitu mau bikin masyarakat ngerasa engga aman, engga nyaman, bahkan sampe kebingungan, dan pada akhirnya masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, yang keliru, yang salah.[2]
Hingga saat ini eksistensi berita bohong selalu meningkat. Dari kabar palsu isu-isu soal Agama, Politik, Etnis juga kena, Kesehatan apalagi dikala pandemi begini, sampe banyaknya isu yang bertebaran dipemilu kala itu. Tentu diingatkan lagi nih, semua berita bohong punya tujuan dan sasarannya masing-masing. Mulai dari sesederhana publisitas diri hingga tujuan yang amat genting kek politik praktis di sebuah negara (di atas awan).
Ditambah lagi kita hidup di zaman internet saat ini, otomatis semakin memperparah sirkulasi berita bohong tersebut. Berita bohong yang disebar lewat internet keberadaannya sangat mudah menyebar lewat jalur-jalur sosial media. Apalagi nih konten-konten berita bohong memiliki isu yang lagi rame dibicarain ditengah-tengah masyarakat, yang membuatnya semakin sangat sangat mudah memancing orang untuk me-ngesharenya.
Biasanya alat yang dipake untuk berita bohong ini beragam, mulai dari bentuk Narasi yang dibangun dan bersifat membesar-besarkan atau melebih-lebihkan sampe kepada memprovokasi juga bisa. Lalu ada juga yang menggunakan gambar-foto untuk menambah keyakinan sih yang ngeliatnya, dan biasanya ini dibuat sudah melalui ruang edit pastinya. Terus ada juga yang make video yang seolah-olah kejadian yang terjadi itu benar. Ada juga yang make meme yang mana bisa menggambarkan suatu kejadian ora sesuai dengan aslinya, meskipun kebanyakan meme sih bersifat lucu atau humor. Atau ada juga yang make alat lewat media masa yang dimana biasanya untuk menyebarkan secara serentak kepada khalayak bersama. Dan masih banyak lagi...
Sebenarnya berbagai langkah pencegahan dan pemblokiran atau apapun itu namanya sudah dilakukan oleh pihak-pihak terkait, mulai dari membuat payung hukum dengan menyetujui lahirnya UU ITE (yaa walau sempat terjadinya pro-kontra beberapa waktu yang lalu), lalu memblokir situs-situs yang menyebarkan hoaks, bahkan upaya kepada menangkap oknum penyebar berita bohong sudah banyak dilakukan. Sampe-sampe pihak berwenang pun membentuk lembaga siberkreasi atau kek semacem “polisi di dunia maya” kali ya, yang tugasnya kini bisa setiap saat mengawasi pergerakan di dunia maya terkait isu-isu adanya berita bohong. Nah sekarang giliran kita nih untuk sama-sama bisa bijak dalam mengidentifikasi khususnya mana berita bohong dan mana berita engga bohong, dengan cara berikut[3] : pertama, hati-hati dengan judul yang provokatif. Sebagian besar berita bohong emang pake judul begitu, biasanya sih isinya bisa diambil dari berita media resmi nah cuma kadang diubah–ubah supaya bisa menimbulkan persepsi yang diinginkan sih oknum tersebut. Kedua, selalu cermati alamat situsnya ya. Ketiga, periksa fakta. Nah sering banget nih di point dua dan tiga ini kita sering lalai, apalagi kalo dapet berita bc-an grup WA, baca doang tapi males nyari kebenarannya. Keempat, cek keaslian foto atau video. Dan yang kelima, sering-sering dah ikut grup diskusi tentang anti hoaks biar kita paham dan tau dong.
Ngomongin soal berita bohong ada yang bilang itu sudah menjadi budaya kita, bener begitu? Tapi sebentar, (menurut penulis nih ya) dari berita bohong itu kok rasa-rasanya ada kemiripan ya dengan analogi yang dikasih sama Mas Sabrang. Kurang lebih begini katanya:
"kita analogikan di sebuah kandang ada lima ekor monyet, yang di dalamnya ada sebuah pohon pisang besar. Otomatis kelima monyet tersebut langsung berebut untuk menaikinya, dan satu monyet berhasil naik ke atas pohon. Sedangkan empat monyet lainnya yang ada di bawah nih kena siram air dan menderita kedinginan, peristiwa tersebut selalu terjadi begitu dan berulang-ulang, pokoknya kalo ada satu monyet yang berhasil naik ke atas pohon, monyet yang di bawah selalu kena siram dan menderita. Lama-lama kalo ada yang naik atau manjat maka akan ditarik oleh monyet lainnya lalu digebukin dan dihajar, sebab mereka engga terima dan berpikir begini: “kamu enak makan di atas, kita yang di bawah kena siram kedinginan.” Kejadian tersebut terjadi terus-menerus, pokoknya kalo ada yang naik kita tarik, kita pukul, kita gebukin.
Kemudian beberapa waktu berlalu, lima monyet di kandang tadi dikeluarkan satu, dan dimasukkan satu monyet baru ke dalam kandang. Monyet baru ini engga tau nih budaya tadi, otomatis seketika dia ngeliat pohon pisang langsung naik manjat ke atas, dan sama yang lainnya ditarik ke bawah untuk dipukuli-dihajar, tanpa dia tau alasannya kenapa saya ditarik dipukul-dihajar. Pokoknya sih monyet baru ini dia engga tau kenapa setiap naik ke pohon selalu ditarik dihajar, dan kalo ada temannya yang naik juga, sih monyet baru tadi ikut-ikutan narik dan menghajarnya, dia gak tau pokoknya mah saya ikut-ikutan dan bales dendam.
Kemudian diganti lagi monyet yang lama dengan monyet baru. Dan kejadian tersebut selalu berulang-ulang terjadi di dalam kandang, setiap ada yang naik dia akan ditarik dan dihajar. Sampe pada akhirnya kelima-lima monyet yang di awal tadi sudah diganti semua. Kemudian apa yang terjadi? Sampe pada akhirnya Kelima monyet baru ini engga ada yang pernah merasakan disiram air, pokoknya taunya kalo ada yang naik manjat ke pohon itu kudu ditarik dan dihajar. Dan terjadilah yang namanya kekerasan tanpa tau penyebabnya apa.” Nah begitu kira-kira ceritanya, bisalah disimpulkan sendiri yah. Sekian dan terimakasih, semoga ada manfaatnya yaa
Khafaratul Majlis bersama-sama...🙏
[1] Refrensinya dari Silverman, Craig (2015). Journalism: A Tow/Knight Report. Columbia Journalism Review yaa
[2] Refrensinya dari Gumgum Gumilar, Justito Adiprasetio, Nunik maharani (2017).
[3] Mengambil dari halaman kompas.com, Minggu (08/01/2016), Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax, yaitu Pak Septiaji Eko Nugroho. Ia menguraikan ada lima langkah sederhana yang bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita hoax dan mana berita asli.
0 komentar: