Turbulensi Pendidikan (Peyangg)

Kalo kita buka dan cari tau di KBBI arti dari turbulensi, artinya yaitu keadaan terganggu karena adanya perubahan yang engga bisa diprediksi atau dikontrol. Secara filosofi, turbulensi lebih kepada keadaan antara atau mengambang, antara keberaturan dan kekacauan, antara kepunahan dan kehampaan, atau gampangnya itu antara ada dan tiada, antara yang dapet diprediksi dan yang engga, antara integrasi dan disintegrasi, antara kesatuan dan keterpecahan, bisa juga antara sehat dan sakit, antara hidup dan mati kalo kata (Serres, 1998) mah.

Turbulensi lahir karena adanya “seorang oknum” pengganggu atau pengrecok atau perusuh, yaaa kalo sekarang kek semacem virus lah gampangnya, yang semuanya itu bisa mengganggu tatanan kehidupan ini.

Nah disetiap suatu kelompok atau lembaga atau apapun itu namanya, pasti ada aja yang namanya “sih oknum” atau pengganggu tadi, yang mana dia udah terlebih dulu nih pandai nyamar jadi pembonceng atau jadi penumpang gelap di dalemnya. Otomatis kalo ini bener terjadi, udah pasti akan timbul yang namanya efek kerusakan multidimensi di dalemnya. Belum lagi sih oknum tadi pastinya mengambil semuanya (menguras semua keuntungan hanya untuk dirinya sendiri). Dengan begitu bisa mengakibatkan turbulensi yang bersifat fisik, sosial, psikis, kultural, dan sebagainya.

Budaya Sekolah

Kalo konteksnya pendidikan, jelas budaya punya peranan penting dalem ngebentuk karakter peserta didik dan seluruh warga sekolah, karena didalem budaya ada yang namanya nilai-nilai, kebiasaan, bahkan tradisi yang bisa dilakukan oleh semua warga sekolah.

Contoh, pernah suatu malam bermimpi, begini mimpinya: ketika sedang berjalan dengan temen-temen menuju kantin di suatu sekolah, kami ngeliat kepala sekolah memungut sampah plastik kecil (yaaa semacem bungkus permen lah) lalu membuangnya ke tempat sampah. Kalo diliat secara kasat mata sih, sampah tersebut terkesan b aja atau mungkin engga juga sih mengganggu banget, wong cuma sampah kecil doang. Tapi, ketika seorang kepala sekolah yang melakukan dan memungut sampah lalu membuangnya tanpa memanggil petugas kebersihan, ini ternyata menjadi contoh tanggung jawab dalam hal menjaga kebersihan yang udah langka deh keknya? Bisa gak ya (dia) begitu wkwkwk

Nah, melihat contoh mimpi di atas dan korelasinya dengan turbulensi yaitu: sekarang banyak terjadi dimana selama ini budaya sekolah hanya dianggep dan dijadiin sarana pendukung administrasi sekolah aja yang ditulis dengan rapih dalam konteks untuk pemenuhan syarat akreditasi katanya. Atau banyak juga yang sekedar ditulis secara besar lalu ditaro dan dipajang di satu tempat yang semua warga sekolah bisa ngeliat serta membacanya, tetapi jarang ditaati, atau jarang sekali dipraktekan, atau bahasa kerennya cuma sebagai slogan aja udah cukup.

Nalar Kritis

Lanjuuut, ohiya katanya di abad ke-21 ini salah satu pembelajaran yang paling penting untuk dipelajari adalah gimanah sih cara ngerawat atau menumbuhkan nalar kritis. Kita ketahui bersama bahwa berpikir kritis itu lebih kepada bagaimana kemampuan seseorang untuk memeriksa setiap informasi secara rasional dan selanjutnya bisa membuat penilaian berdasarkan analisanya yang tajam dan baik. Lebih lanjut, seseorang yang udah memiliki nalar kritis nih biasanya dia akan menolak untuk menerima begitu aja setiap informasi yang tersaji.

Ohiya, kemampuan berpikir kritis yang dilakukan oleh para siswa biasanya dapet melahirkan kebiasaan hidup yang rasional, wajar, serta peduli loh. Dengan kemampuan ini juga diharapkan para siswa dapet memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi, kek belajar secara aktif bukan pasif dalam hal menyerap informasi apa aja yang tersaji di hadapannya, juga gak gampang terjebak kesalahan dalam berargumen, serta irasionalitasnya, gak gampang juga untuk melakukan distorsi, dan kepentingan sesaat.

Namun dalam prakteknya, tanpa disadari ternyata banyak sekali loh turbulensi yang terjadi, misal ketika pembelajaran di kelas. Masih banyak praktek komunikasi yang dilakukan hanya satu arah aja, lalu guru lebih banyak menyampaikan materi secara monolog, belom lagi siswa yang cuma duduk manis-pasif mendengarkan materi yang disampaikannya, ditambah lagi keknya udah jarang deh dijumpai adanya interupsi atau sanggahan yang diberikan oleh siswa di kelas. Dan disaat guru memberikan kesempatan bertanya, hampir dapet dipastikan hanya satu dua orang aja yang bertanya, kek seakan-akan bertanya tuh menjadi sesuatu yang sangat sulit loh.

Implementasi Nilai Inti dari Seorang Guru

Selain peserta didik, fokus utama selanjutnya adalah guru. Sudah menjadi keseharusan apabila kita ingin ngebentuk peserta didik untuk berperilaku baik, ada kalanya kita (guru) terlebih dulu nih nunjukin perilaku baik kita di hadapan mereka, alias kita kasih contoh terlebih dulu ke mereka, baru nanti mereka suruh mempraktekkan dengan harapan bisa menjadi suatu kebiasaan yang baik.

Lebih jauh lagi, sudah seharusnya guru paham, mengerti, mampu membiasakan, mampu mempraktekkan dari pada nilai inti dari seorang guru ke dalam kehidupannya sehari-hari. Ohiya, yang dimaksud nilai inti dari seorang guru disini lebih kepada nilai moral, nilai rasional, dan nilai individu ya.

Nilai moral itu kek semacem kejujuran, toleransi, ketulusan, pengendalian diri, lalu tepat waktu, kerja keras, pengorbanan, dan masih banyak lagi. Kemudian ada nilai rasional, mencakup kesetaraan, kebebasan, keadilan, integritas, lalu menghormati orang lain, sekularisme juga bisa, sosialisme, demokrasi, sikap harmoni sosial, dan masih banyak lagi pokoknya mah. Dan yang terakhir ada nilai individu, biasanya mencakup bagaimana budi pekerti seseorang yang baik dalam hubungan pergaulan dengan teman sejawat, dengan orang yang lebih tua dan muda, lalu bagaimana budi pekertinya dalam ruang lingkup keluarganya, tetangganya, temannya, kemudian bagaimana kesabarannya, tata kramanya, disiplinnya, serta apakah dia suka ngebantu orang atau engga.

Selain harus mengamalkan dan mengimplementasikan nilai-nilai inti di atas tadi, guru juga harus giat dalam hal belajar secara mandiri, kudu sering melakuan kegiatan forum belajar bersama antar guru, lalu mempersiapkan rencana pembelajaran dengan tepat, juga sering mengikuti pelatihan. Ini sangatlah penting bagi seorang guru.

Tapi, makin kesini kok rasanya nilai inti dari seorang guru kek males lagi ya untuk diimplementasikan? kek udah mulai luntur gituh secara perlahan-lahan ya gak sih? Kek kaya ada yang ganggu di dalem diri kita, mood kita, semangat kita, jiwa kita, hati kita. Dan inilah yang seharusnya bisa kita lawan dengan sungguh-sungguh supaya engga ada lagi yang namanya turbulensi di dalem diri kita. Dah lah sampe sini aja, semoga tulisan ini bermanfaat ya, aamiin....

 

Khafaratul Majlis bersama-sama...🙏

 

 

Previous Post
Next Post

post written by:

Ada pepatah bilang begini : tak kenal maka tak sayang. Oleh karenanya marilah kita saling kenal untuk saling sayang, preet!

0 komentar: