#029 : Panca dan Sila !

Masih inget betul apa kata Mbah Jiwo, katanya begini: Pancasila itu dasarnya sila kesatu sampai ketiga. Cara untuk mencapainya dengan menggunakan sila keempat. Dan tujuannya adalah sila kelima. Eeet tenang ini cuma sebagai pengantar aja.

peyangg.blogspot.com


Kita ketahui bahwa dalam perumusan Pancasila ini banyak sekali mengalami proses yang sangat dinamis sejak pidato Soekarno ditanggal 1 Juni tahun 1945, kemudian gak lama berselang ada peristiwa Piagam Jakarta ditanggal 22 dibulan dan tahun yang sama (Juni 1945), sampe pada akhirnya ke rumusan final ditanggal 18 Agustus tahun 1945.[1]

Point pentingnya adalah bisa kita bayangkan bagaimana momentum kala itu sangatlah luar biasa, dimana ini merupakan suatu kesepakatan alias permufakatan bersama yang dicapai melalui kebulatan suara nasional dari seluruh golongan bangsa yang berlatar belakang majemuk bisa loh menjadi sebuah Bhineka Tunggal Ika.

Gak cuma sampe disitu aja, kita bisa bayangkan bagaimana para tokoh bangsa kala itu sangatlah lihai meracik antara Pancasila dengan kemajemukan sehingga terjadi titik temu di atas nilai proses musyawarah-mufakatnya yang pada ujungnya sama sekali tidak menunjukkan sifat egoisme diri maupun golongan, bahkan para tokoh kala itu lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya. Inget ya kala itu loh.

Tentu ada beberapa faktor yang membuat mereka seperti itu, salah satunya: mereka (para pejuang/tokoh) menghayati betul gimana susahnya meraih kemerdekaan yang udah dikhidmatkan oleh seluruh rakyat dalam ngelawan penjajah. Mereka juga ngalamin betapa sulitnya menentukan dasar negara Pancasila serta membangun kembali Indonesia pasca kemerdekaan.

Sekali lagi, kita sepakat bahwa seluruh sila Pancasila merupakan hasil pemikiran dan permufakatan bersama yang secara nyata mengandung nilai-nilai fundamental lagi moderat alias tidak ekstrem. Ini terbukti ketika Soekarno menawarkan lima sila dari Pancasila saat sidang BPUPKI, dimana tergambar jelas pemikiran beliau yang sangat moderat kala itu.

Soal Nasionalisme dan Kebangsaan. Soekarno bilang: “kita mendirikan satu negara kebangsaan Indonesia” di atas dasar kebangsaan, tetapi disadari pula ada loh kekhawatiran yang bernama nasionalisme ini, dimana nasionalisme bisa aja berubah menjadi chauvinisme alias cinta tanah air secara berlebihan.

Soal sila kedua Internasionalisme alias Perikemanusiaan. Soekarno ngingetin: “kalo saya bilang Internasionalisme, bukan saya bermaksud untuk kosmopolitanisme” (paham yang berpandangan bahwa seseorang gak perlu mempunyai kewarganegaraan / tetap menjadi warga dunia). Justru Internasionalisme gak bisa hidup subur kalo gak berakar di dalam buminya nasionalisme. Pun sebaliknya, nasionalisme gak bisa hidup subur kalo gak hidup di dalam taman sarinya Internasionalisme.

Kemudian tentang sila Mufakat atau Kerakyatan. Soekarno pernah bilang: “Indonesia bukan satu negara untuk satu orang. Bukan juga satu negara untuk satu golongan. Tetapi kita mendirikan negara, semua buat semua dong, satu buat semua lah, dan semua buat satu pastinya.” Menurut Soekarno, kalo kita mau nyari demokrasi, hendaknya jangan demokrasi barat, juga jangan demokrasi dari timur atau lainnya, tapi carilalah demokrasi permusyawaratan yang memberi arti hidup, nama kerennya itu politiek-economische democratie (koreksi kalo salah) alias yang mampu ngedatengin kesejahteraan sosial bagi seluruh warga Negara.

Lanjut tentang sila Kesejahteraan. Pokonya prinsipnya adalah gak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Tapi nyatanya? Ahsudahlah.

Terakhir, ada sila tentang Ketuhanan. Soekarno dengan tegas mengatakan: “menyusun Indonesia merdeka adalah dengan cara bertakwa kepada Tuhan YME.” Jadi, gak cuma bangsa Indonesia aja yang bertuhan, lebih dari itu masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan dengan Tuhannya masing-masing. Tentu kita masih inget dengan kata-kata yang terkenal kala itu, begini bunyinya: Indonesia jangan dijadikan negara agama, jangan dijadikan negara komunis, negara liberal, juga sekuler atau lainnya yang bertentangan dengan Pancasila. Maka warga negara dan negara Indonesia wajib Bertuhan YME. Sekali lagi, pemikiran Soekarno tentang Pancasila itu sangatlah moderat.

Kalo kita tarik konteksnya di era sekarang atau beberapa era terakhir, tentu ada aja persoalan klasik yang masih mengkhawatirkan terkait implementasi Pancasila. Misal: pejabat negara dari puncak hingga akar rumput atau dari pusat hingga daerah hendaknya memiliki jiwa, pikiran, dan juga tindakan yang moderat serta ngejauhin yang namanya radikal-ekstrem. Pancasila juga jangan dijadikan ‘alat pukul’ untuk melemahkan komponen bangsa yang kritis atau gak sejalan dengan para pejabat negara. Demikian pula janganlah mudah memberi lebel radikal-ekstrem kepada pihak lain sementara dirinya atau golongannya masih jauh dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

Mudahnya begini, Apakah seluruh warga dan elit negeri udah menjadikan Pancasila sebagai nilai yang hidup di dalam jiwanya, pikirannya, sikapnya, dan juga tindakannya secara nyata?. Apakah Pancasila udah diwujudkan di dalam praktik berkehidupan berbangsa dan bernegara?, baik dalam hal internalisasi disetiap lembaga atau institusi, juga dalam semua kebijakan pemerintah yang telah diputuskan apakah semuanya udah berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang adil dan makmur?

Tentu indikatornya bisa kita liat dengan cara ngebuat daftar list seluruh kebijakan yang ada, baik itu perundang-undangan, peraturan, atau langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah apakah sesuai dengan implementasi Pancasila serta gak ada satu pun yang bertentangan dengannya atau bagaimana. Nih tak kasih tau lagi, udah seharusnya semua kebijakan apapun itu, mau politik, ekonomi, pendidikan, pajak dan semuanya yang berurusan dengan bangsa dan negara mesti wajib sejalan dengan konstitusi dasar. Pastikan juga segala sistem kekuasaan dan keputusan yang ada di negeri ini janganlah bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Pastikan juga dalam setiap pengambilan keputusan strategis yang menyangkut eksistensi negara hendaknya bertumpu pada kebeningan jiwa “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebjaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” secara jujur dan terbuka. Bukan pada digdaya kuasa! ohiya, Selamat memperingati hari lahir Pancasila 1 Juni 2023.










[1] Bukunya Pak Haedar Nashir, yang judulnya: “Indonesia Ideologi dan Martabat Pemimpin Bangsa”, hlm. 11

Previous Post
Next Post

post written by:

Ada pepatah bilang begini : tak kenal maka tak sayang. Oleh karenanya marilah kita saling kenal untuk saling sayang, preet!

0 komentar: