barometer sekolah berkualitas apa?

       Gak kerasa tahun ajaran baru dalem dunia pendidikan akan segera berganti seiring tulisan ini dibuat. Banyak persiapan yang harus sekolah, guru, maupun peserta didik lakukan demi menyambut tahun ajaran baru ini. Salah satunya persiapan bagi peserta didik yang pengen meneruskan atau nyari sekolah untuk ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

Udah menjadi kewajiban setiap kali akan meneruskan atau nyari sekolah untuk anak-anaknya, sebagian orang tua tentu memiliki banyak sekali pertimbangan, diantaranya yang sering menjadi pertimbangan mereka yaitu sarana prasarana dan prestasi sekolah yang dipilihnya. Berdasarkan pengalaman penulis, bahkan udah ada loh beberapa sekolah yang di dalemnya menyiapkan petugas atau panitia khusus untuk siap menjelaskan panjang lebar tentang prestasi sekolahnya. Gak lupa pula prestasi sekolah tadi dijilid dengan rapih sehingga menjadi semacem buku dan akan wajib diberikan kepada yang mengunjunginya. Ini sah-sah aja buat dilakukan, bahkan ini jadi strategi setiap sekolah demi mendapatkan banyak peserta didik setiap tahunnya.

Itulah sekolah di era sekarang, sehingga lahir dengan slogan: prestasi sekolah udah menjadi barometer seberapa berkualitas sekolah tersebut. Dan kalo sekolah miskin prestasi, maka sekolah tersebut kurang berkualitas??? masa sih? ah kayaknya gak semuanya bener dah.[1]

Gimanah kalo ada orang tua yang pengen nyari sekolah favorit yang punya sederet prestasi bagus? (hanya buat bahan diskusi aja).

 Sebenarnya kalo ada orang tua yang lagi nyari sekolah favorit ditambah punya segudang prestasi yang bagus itu sangatlah wajar dan silakan aja, sebab hal itu terjadi karena adanya beberapa paradigma dari orang tua atau masyarakat. Begini paradigmanya: karena dari awal seleksi atau inputnya aja udah begitu ketat dan berkualitas, dengan kata lain apabila sekolah favorit mendapatkan siswa yang dari “sono” nya aja udah berkualitas, maka engga sulit buat sekolah untuk tinggal mengarahkannya atau mempolesnya sedikit demi mendapatkan banyak prestasi akademik atau non-akademik.

Namun, gimanah kalo sekolah non favorit atau sekolah yang ala kadarnya yang memiliki slogan: hidup gak mampu, mati pun enggan. Tentu ini udah banyak diprediksi oleh para orang tua dan memiliki paradigma yang buruk kalo nantinya anak-anaknya terpaksa masuk ke sekolah ini. Sebab paradigma yang berkembang tentang sekolah ini yaitu: ah dilihat dari awal seleksi atau inputnya aja udah begitu ala kadarnya, atau banyak sisa-sisa “buangan” dari sekolah-sekolah favorit. Belum lagi sarana prasarananya pun seadanya. Tentu hal ini engga mudah buat mengubah paradigma “sampah” untuk menjadi sesuatu yang bernilai dan berharga. Tapi bukan tidak mungkin yaaa.

Lagi-lagi timbul pertanyaan, begini pertanyaannya: atas dasar apa sekolah disebut berkualitas? Apakah karena prestasi yang berderet? Apakah karena gedungnya yang mentereng? Atau apakah SPP-nya yang dibayar pake dollar?

Kalo dalem bukunya M. Arfan Mu’ammar tentang "Nalar Kritis Pendidikan", dikatakan begini: mengingat kegiatan sekolah adalah proses pembelajaran, dan sekolah yang berkualitas tentunya dilihat dari efektivitas proses pembelajarannya. Nah, dalam pendidikan salah satu cara mengukur keefektifan bisa juga dengan cara menghitung indeks produktivitas. Adapun rumus dari indeks produktivitas yaitu dengan menggunakan rumus 5 M + I + E (man, machine, material, money, management, information, dan energy). Ini kuncinya yang harus dipahami bersama, baik orang tua dan sekolah.

Dengan cara kita memahami rumus di atas yang sangat sederhana itu, orang tua seharusnya udah bisa menentukan sekolah-sekolah mana aja yang dicap berkualitas atau belum. Logika di atas mengisyaratkan bahwa engga mudah emang mengantarkan siswa from zero to hero dibandingkan hanya sekedar hero to hero. Bisa dianalogikan kek ginih: kita “silau” dengan pencapaian seseorang, tapi malahan lupa dengan proses membentuknya. Ini sama halnya kita “silau” dengan prestasi sekolah tapi lupa sama input dan prosesnya.

Terakhir untuk para orang tua atau masyarakat engga usahlah gegabah menyebut sekolah itu berkualitas atau engga hanya dari melihat lengkapnya fasilitas dan mahalnya biaya. Sehingga orang tua diharapkan dapat menentukan sekolah yang terbaik dan berkualitas bagi anak-anaknya dengan pertimbangan di atas tadi. Dah lah jadi gimana nih menurut temen-temen tentang prestasi sekolah? kalo ada masukan taro aja di kolom komen bawah. Terimakasih

 


Khafaratul Majlis bersama-sama...🙏

 

 

 


[1] Terinspirasi dari bukunya, “Dr. M. Arfan Mu’ammar, M.Pd.I”, dalam karyanya “Nalar Kritis Pendidikan”.

Previous Post
Next Post

post written by:

Ada pepatah bilang begini : tak kenal maka tak sayang. Oleh karenanya marilah kita saling kenal untuk saling sayang, preet!

0 komentar: